HEPATITIS ?
Hepatitis adalah suatu proses peradangan menyeluruh pada
jaringan hepar (hati atau disebut juga liver), yang memberikan
gejala klinis yang khas yaitu :
- badan lesu dan lemah
- kencing berwarna seperti air teh pekat
- mata dan seluruh bahan menjadi kuning.
Berdasarkan penyebabnya hepatitis dibagi menjadi :
- Hepatitis Virus A, B, C dan Delta
- Hepatitis Bakteri
- Hepatitis Medikamentosa.
Hepatitis C disebut juga dengan hepatitis Non-A non-B.
Khusus hepatitis virus Delta, tidak akan saya bahas, karena
jenis ini daerah penyebaran penyakitnya bukan di Indonesia,
tapi terbatas di Itali, Amerika Selatan (Amazon & Venezuela),
Amerika Utara, Eropa Barat, Eropa Utara, Australia, Afrika
(Kenya & Senegal), Turki dan Kuwait. Cara penularan
Hepatitis virus Delta itu sama persis dengan penularan
Hepatitis Virus B.
Bila kita berbicara tentang Hepatitis, maka pada umumnya
asosiasi kita adalah hepatitis akut yang disebabkan oleh
virus A, B, atau C, karena memang kasus hepatitis virus
lebih sering atau lebih tinggi angka kejadiannya ketimbang
hepatitis bakteriel maupun hepatitis medikamentosa.
I. HEPATITIS VIRUS AKUT
A. GEJALA HEPATITIS VIRUS AKUT
Gejala hepatitis virus akut itu bervariasi, mulai dari tingkat
ringan sampai yang terberat, bahkan sampai yang fatal.
Namun demikian, semua hepatitis virus mempunyai gejala
dan perjalanan penyakit yang serupa, yaitu dapat dibagi atas
empat periode yaitu :
- masa sebelum ikterik
- masa ikterik
- masa konvalesensi (penyembuhan)
Ikterik adalah keadaan yang ditandai dengan mata yang
berwarna kuning dan warna kemih seperti air teh pekat.
a. Masa sebelum ikterik
Keluhan penderita hepatitis virus akut, baik A, B maupun C,
pada umumnya tidak khas, yaitu keluhan yang disebakan oleh
virus yang berlangsung sekitar 2-7 hari.
Nafsu makan menurun merupakan keluhan yang pertama kali
timbul, kemudian disusul dengan rasa mual dan kadang disertai
muntah-muntah. Perut kanan bagian atas atau daerah ulu hati
dirasakan sakit.
Disamping itu penderita mengeluh seluruh badan pegal-pegal,
terutama di pinggang, bahu dan merasa lesu atau lemah badan,
merasa lekas capai terutama sore hari. Suhu badan naik hingga
sekitar 39 derajat C yang bisa berlangsung selama 2-5 hari.
Ada kemungkinan penderita merasa nyeri kepala yang hebat
terutama di dahi yang bisa disertai dengan rasa kaku di leher.
Kadang penderita mengeluh nyeri sendi-sendi lutut, siku,
pergelangan tangan, kaki, sehingga seolah-olah sedang
menderita radang sendi atau Artritis. Gatal-gatal di seluruh
tubuh, ditemukan pada 10-20 % penderita. Keluhan gatal-
gatal ini menyolok terutama pada penderita hepatitis virus B.
2. Masa ikterik (kuning).
Pada masa ini suhu badan sudah mulai turun, warna air kemih
akan tampak menjadi berwarna seperti air teh pekat. Keluhan
ini biasanya yang pertama kali diutarakan oleh penderita kepada
dokter. Kadang-kadang warna tinjanya menjadi lebih pucat
keputihan.
Mata penderita pada bagian putihnya tampak berwarna kuning.
Perubahan warna ini kadang disertai rasa gatal di seluruh
badan yang berlangsung beberapa hari saja. Selama minggu
pertama masa ikterik ini, warna kuning ini akan terus
meningkat, kemudian menetap dan baru berkurang setelah
10-14 hari.
Pada masa ini penderita masih mengeluh mual, kadang muntah,
sakit perut kanan atas, dan nafsu makan yang tetap menurun.
Keluhan ini dirasakan selama sekitar 7-10 hari, dan kemudian
disusul dengan timbulnya kembali nafsu makan yang disertai
berkurangnya tanda-tanda ikterik (kuning).
Rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
Setelah timbulnya nafsu makan dan berkurangnya ikterus,
penderita akan merasa segar kembali.
c. Masa Penyembuhan.
Fase penyembuhan dari hepatitis virus akut A,B, maupun C
dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterik, hilangnya
rasa mual, dan rasa sakit ulu hati, kemudian disusul dengan
bertambahnya nafsu makan, yaitu rata-rata 14-16 hari setelah
timbulnya masa ikterik.
Demikian juga warna air kemih tampak menjadi normal.
Penderita mulai merasa segar kembali, namun demikian
penderita masih merasa lemah dan lekas capai. Pada
umumnya fase penyembuhan itu, baik secara klinis dan
biokimia, biasanya memakan waktu sekitar 6 bulan setelah
timbulnya penyakit.
Karena gejala hepatitis virus ini serupa maka untuk
membedakannya harus dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah. Pada Hepatitis virus A akan ditemukan Imunoglobulin
M Anti HAV dan HA Antigen yang positif di dalam darah.
Sedangkan pada hepatitis virus B di dalam darah penderita
pada masa sebelum ikterik akan ditemukan HBsAg, HBeAg,
dan Anti HBc yang positif.
Pada masa penyembuhan hepatitis B akan ditemukan antibodi
(zat kekebalan terhadap hepatitis B) berupa Anti HBc, Anti
Hbe dan Anti Hbs yang positif di dalam darah. Pada Hepatitis
C ditemukan Anti HCV dan peningkatan kadar SGPT di
dalam darah.
PENULARAN ?
Sebenarnya tentang penularan Hepatitis Virus, pernah saya
tulis di milis HBE, kecuali hepatitis bakteri dan hepatitis
medikamentosa. Supaya lebih lengkap, tentang penularan
Hepatitis Virus pun akan kembali saya tulis ulang yang
kemudian disambung dengan hepatitis bakteri dan
medikamentosa.
1. Penularan Hepatitis Virus A
Hepatitis Virus A tidak ditularkan lewat darah, tidak pernah
dilaporkan adanya penderita hepatitis A pasca transfusi.
Artinya tidak pernah terjadi kasus penderita hepatitis A pada
orang yang pernah mendapat transfusi darah dari donor darah
yang mengidap virus heptitis A.
Penularan Hepatitis A adalah melalui tinja ke mulut (faecal oral)
maksudnya dengan perantaraan makanan atau minuman yang
tercemar oleh virus A hepatitis yang berasal dari tinja penderita
Hepatitis A.
Masa inkubasi virus A ini di dalam tubuh : 2-6 minggu. Virus
ini mengadakan replikasi dalam sel-sel hati penderita, kemudian
dibuang ke dalam usus dan dikeluarkan bersama tinja mulai
sekitar 2 minggu sebelum dan seminggu masa ikterik ( mata
dan kulit berwarna kuning). Jadi virus A ditemukan di dalam
tinja pada akhir masa inkubasi sampai fase permulaan
munculnya warna kuning di kulit dan mata (ikterik).
Penyebaran virus menghilang dengan cepat setelah
tanda-tanda warna kuning di tubuh (ikterus) sudah
tampak jelas. Jadi keadaan menularnya pada seorang
penderita hepatitis virus A itu terjadi sebelum
munculnya warna kuning di seluruh tubuh. Jadi kalau
sudah muncul warna kuning maka potensi menularnya
menjadi berkurang, tapi ini khusus untuk hepatitis
virus A saja.
Secara epidemiologis, Hepatitis Virus A (HVA) dapat
timbul secara epidemi, tapi dapat juga secara sporadis.
Untuk negara kita, penyebaran Hepatitis virus A terjadi
sepanjang tahun dan umumnya bersifat endemis. Hal
ini karena disebabkan sanitasi dan kesehatan lingkungan
yang kurang baik.
Terbukti dari sebagian besar penderita Hepatitis A berasal
dari mereka yang bertempat tinggal di daerah yang padat
dengan sistem pembuangan air limbah yang jelek. Misal
mereka yang menjadikan sungai sebagai MCK raksasa.
Mandi di sana, buang hajat di sana, kencing disana, gosok
gigi disana, cuci lalaban & buah-buahan di sana, cuci
beras di sana, cuci gelas & piring di sana, dsb.
2. Penularan Hepatitis B
Penyakit Hepatitis Virus B ( HVB) sudah dapat ditularkan
kepada semua orang dan semua kelompok umur. Dengan
percikan sedikit darah yang mengandung virus hepatitis B
kepada kulit orang sehat meski tak sengaja, dapat menularkan
penyakit HVB.
Jadi demikian hebat penularan HVB ini. Hal yang perlu
diketahui bahwa orang yang pernah menderita HVB
berpeluang menderita sirosis hati ataupun kanker hati (liver).
Itulah sebabnya, sekarang imunisasi hepatitis B menjadi
program nasional bagi anak balita, agar tidak ada lagi
generasi yang terkena sirosis atau kanker liver. Kanker
ataupun sirosis hati sama-sama mematikan.
Pada umumnya cara pemularan dari HVB adalah melalui
darah. Semula penularan HVB diasosiasikan dengan
transfusi darah atau produk darah melaui jarum suntik.
Tetapi setelah ditemukan bentuk dari HVB makin banyak
laporan yang ditemukan cara penularan lainnya.
Hal ini disebabkan karena HVB dapat ditemukan dalam setiap
cairan yang dikeluarkan dari tubuh penderita atau pengidap
penyakit, misal melaui darah, air liur, air seni, keringat ,
air mani pria, cairan vagina, air susu ibu, air mata, dan
lain-lain.
Oleh karena itu dalam cara penularan HVB dikenal istilah
penularan horizontal dan vertikal disamping penularan
perkutan (via kulit) dan non-kutan (tidak via kulit).
Di daerah endemik berat, HVB bisa juga ditularkan oleh
nyamuk yang sebelumnya menggigit penderita HVB. Kutu
busuk, ataupun parasit lainnya berpeluang juga menularkan
HVB. Cara penularan tersebut disebut penularan per-kutan
atau lewat kulit.
Sedangkan cara penularan non-kutan di antaranya adalah
melalui air mani dari pria, cairan vagina yaitu pada saat
kontak hubungan seksual (baik homoseks maupun
heteroseks) dengan pengidap HVB, atau bisa juga melaui
air ludah yaitu ketika bercium-ciuman dengan penderita
ataupun pengidap virus B, juga bisa dengan bertukar pakai
sikat gigi dengan penderita ataupun pengidap (HVB tanpa
gejala), dll.
Cara penularan horizontal ialah : transfusi darah yang
terkontaminasi oleh virus HVB, seperti pada mereka
yang sering mendapat hemodialisa (cuci darah) , ataupun
transfusi seumur hidup misal pada penyakit thalasemia.
Selain itu HVB bisa masuk atau menular lewat luka atau
lecet pada kulit dan selaput lendir, misalnya tertusuk jarum
atau benda tajam, menindik daun telinga buat pasang
anting-anting, pembuatan tatoo, pengobatan tusuk jarum
(akupunktur), kebiasaan menyuntik sendiri pada morfinis
atau pengguna obat suntik diabetes yang menggunakan
jarum suntik yang tidak steril.
Penggunaan alat-alat kedokteran dan alat-alat perawatan
gigi yang sterilisasinya kurang sempurna atau kurang
memenuhi syarat, bisa menularkan HVB.
Penularan bisa juga terjadi melalui penggunaan alat cukur
ataupun garuk konde yang sering dipakai rame-rame.
Penularan secara vertikal dapat diartikan sebagi penularan
infeksi dari seseorang ibu pengidap (HVB tanpa gejala)
maupun penderita HVB kepada bayinya yang sedang
dikandungnya, baik sebelum melahirkan, pada saat
melahirkan, ataupun beberapa saat setelah melahirkan.
Apabila seorang ibu menderida HVB akut pada saat 3
bulan pertama usia kehamilan, maka bayi yang baru
dilahirkan akan tertulari. Resiko infeksi pada bayi
dari seorang ibu pengidap HBsAg positif, menunjukan
peluang berkisar 10-80 % tertular.
Basley (1982) berkesimpulan bahwa adanya
"fenomena lingkaran setan" pada ibu hamil dengan
HbsAg positif (artinya di dalam darah ibu terdapat
virus HVB, meskipun sang ibu tidak menunjukkan
gejala sakit HVB (pengidap).
50 %
------------->---------------->---------------->-------v
:
^
: 14 % 50% pria :
ibu pengidap ----> penyakit liver <------- bayi pengidap
HBs Ag (+) hingga meninggal HbsAg (+)
:
^
: gadis
------------- <--------------- <-----------------< -----v
diagram " lingkaran setan " Beasley
Seorang ibu pengidap HBsAg positif akan menularkan
pada bayinya yang baru dilahirkan dengan peluang
sekitar 50%. Apalagi bila si ibu tadi disertai dengan
HBe Ag positif (artinya virus HVB sedang aktif
menyerang), maka akan menularkan 100% kepada
bayinya.
Bayi yang dilahirkan nantinya akan menjadi pengidap
HVB (tanpa gejala). Bila bayi yang lahir itu seorang
gadis, maka kelak dikemudian hari ketika dewasa,
ia akan menjadi seorang ibu pengidap.
Sisanya 50 % bayi yang tertulari akan menderita hepatitis
kronis, dan berpeluang besar akan menderita sirosis hati
ataupun menderita kanker hati, serta dalam relatif singkat
akan meninggal karena penyakit hati yang dideritanya.
Sekitar 14% dari ibu pengidap, berpeluang besar akan
meninggal sebagai akibat penyakit hati yang dideritanya.
Infeksi pada bayi dapat terjadi bila ibu menderita hepatitis
akut pada tiga bulan pertama usia kehamilan, atau bila ibu
adalah pengidap (pembawa) virus dengan HBsAg positif.
Sedangkan bila ibu menderita HVB akut pada tiga bulan
pertama usia kehamilan, biasanya akan terjadi abortus
(keguguran).
Air susu ibu meskipun ternyata mengandung HBsAg
dalam jumlah sedikit, namun peranan ASI dalam
infeksi sesudah melahirkan masih diragukan, karena
insiden infeksi pada bayi dari ibu pengidap yang memberi
ASI tidak menunjukan angka yang berbeda dengan ibu
yang tidak memberi ASI, sehingga tidak ada alasan untuk
tidak menganjurkan pemberian ASI. Kecuali bila ibu
menderita HVB akut pada saat periode pemberian ASI,
maka dianjurkan untuk tidak memberikan ASI.
Dari data-data laporan penelitian HVB, maka dikenal
kelompok resiko tinggi yang mudah tertular, yaitu :
1. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, apalagi
bila disertai dengan HBeAg positif, maka sudah pasti akan
tertular HVB
2. Lingkungan penderita ataupun pengidap (HVB tanpa gejala)
dengan HBsAg positif terutama anggota keluarga atau mereka
yang serumah dan selalu berhubungan langsung.
3. Tenaga medis, paramedis, petugas laboratorium klinik,
yang selalu kontak langsung dengan penderita HVB. Dari
kelompok ini yang terbanyak ditemukan adalah petugas di
unit bedah, kebidanan, gigi, petugas hemodialisa (cuci
darah) dll.
4. Calon pasien bedah, pasien gigi, penerima transfusi darah
termasuk penderita thalasemia, pasien hemodialise (cuci
darah), dll.
5. Mereka yang hidup di daerah endemis HVB dengan
prevalensi tinggi, misalnya di Indonesia khususnya
Lombok, Bali, kalimantan Barat, dll.
3. PENULARAN HEPATITIS VIRUS C
Hepatitis Virus C dikenal juga dengan istilah
Hepatitis Non-A Non-B.
Semula diduga cara penularan Hepatitis Virus C (HVC)
hanya disebabkan pasca transfusi saja. Tetapi pada
beberapa penelitian kemudian ternyata dapat juga
melalui jarum suntik yang tidak steril, kontak dengan
air atau water born (sumber virus dari air).
Di negara barat lebih banyak dilaporkan cara penularan
secara pasca transfusi darah dan melalui jarum suntik.
Ternyata banyak ditemukan donor darah sebagai pengidap
hepatitis kronis termasuk jenis HVC.
Transmisi secara sistemik yang sering ditemukan ialah
pada penderita setelah mendapat suntikan intravena atau
suntikan langsung ke pembuluh darah vena, yang terjadi
akibat jarumnya tidak steril terkontaminasi virus.
Pada tahun 1983 di Cicalengka Kabupaten Bandung,
pernah terjadi endemis HVC, yang cara penularannya
secara tinja mulut (faecal oral route), yang banyak
berkaitan dengan sanitasi lingkungan yang buruk.
Sudah menjadi kebiasaan sebagian penduduk di daerah
sana yang memanfaatkan air limbah untuk mandi,
cuci mulut gososk gigi, mencuci piring, mencuci beras,
sayuran lalaban, buah-buahan dan bahan makanan
lainnya, karena di daerah tersebut sulit diperoleh
air bersih.
Pada umumnya Hepatitis virus C lebih ringan dari
Hepatitis B. Tapi terkadang dapat menjadi berat.
Seperti yang dilaporkan di Denmark, ditemukan
hepatitis berat yang disebabkan HVC.
4. Hepatitis Bakteriel
Penyebab hepatitis bakteriel adalah beberapa jenis bakteri.
Di antaranya adalah bakteri Salmonella Typhi yang biasa
penyebabkan penyakit Typhus. Jadi Salmonella typhi itu
selain menyebabkan penyakit Tipus (typhoid fever) juga
bisa menyebabkan Hepatitis, sehingga hepatitis jenis ini
biasa disebut dengan Hepatitis Typhosa.
Gejala umum hepatitis bakteriel yaitu panas badan tinggi
terutama malam hari, napsu makan berkurang, kadang tak
bisa buang air besar beberapa hari. Setelah satu minggu
panas, disusul perubahan warna air kencing berwarna seperti
air teh pekat dan bola mata tampak kekuningan. Lidah bila
dijulurkan keluar akan tampak sedikit bergetar (tremor) dan
permukaan atasnya tampak kotor. Bibir kering dan kotor.
Pada fase penyembuhan, warna teh air kencing dan warna
kuning di mata akan berkurang seiring dengan mulai
turunnya panas. Hal ini berbeda dengan hepatitis virus,
dimana pada hepatitis virus A,B atau C itu warna teh pada
air kemih dan warna kuning di mata justru mulai muncul
ketika demam mulai turun.
Penularan hepatitis ini sama halnya dengan penyakit Typhus
yaitu masuk melalui mulut, yaitu melalui makanan, minuman
atau alat makan yang tercemar bakteri patogen, seperti kuman
Typhus, dll.
5. Hepatitis Medikamentosa.
adalah hepatitis yang diakibatkan oleh obat-obatan yang
dikonsumsi berlebihan . Dengan semakin banyaknya macam
obat yang beredar baik di pasaran bebas maupun di apotek,
makin sering dilaporkan perderita radang hati atau hepatitis
akibat obat-obatan yang melebihi dosis yang diperbolehkan.
Gejala keluhan hepatitis untuk masing-masing obat adalah
berbeda, dan munculnya bervariasi antara 2-5 minggu
setelah minum obat. Sebagai contoh, akibat meminum obat
Paracetamol dengan dosis yang tinggi akan timbul keluhan
hepatitis pada minggu pertama setelah pemberian obat.
Gejala dan keluhan yang mendahului sebelum timbulnya
hepatitis ini tidak jelas. Karena pada umumnya penderita
telah atau sedang minum obat untuk penyakit primernya.
Oleh karena itu gejala ataupun keluhan yang dirasakan oleh
tiap penderita bervariasi, bergantung penyakit apa yang
sedang atau telah diderita sebebelumnya.
Selain munculnya warna kuning di mata serta air kencing
yang seperti teh, beberapa penderita mengeluhkan : demam,
menggigil, gatal-gatal di seluruh badan yang tidak diketahui
penyebabnya, pegal-pegal di sendi dan otot, kadang ada rasa
sakit di perut kanan bagian atas.
Kelainan fisik lainnya tidak jauh berbeda dengan penderita
Hepatitis Virus. Pada umumnya gejala klinis tsb akan
menghilang 1-2 minggu setelah makan obat di hentikan
pemberiannya .
PENGOBATAN ?
a. Pengobatan Hepatitis Virus Akut
Setiap penderita Hepatitis Virus akut, baik A, B maupun C,
harus dirawat inap di rumah sakit. Selain untuk mendapat
perawatan dan pengobatan yang terarah, juga untuk mencegah
penularan kepada anggota keluarga dan sekitarnya.
Penanganan Hepatitis virus akut :
1. Istirahat mutlak
2. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah lemak, makan
dengan porsi kecil tapi sering.
Sudah menjadi kebiasaan di pedesaan, penderita hepatitis
diberi makanan kerang "haremis" ataupun "tutut". Bila
dievaluasi, kedua makanan tersebut mengandung banyak
protein, dan hal ini dapat diteruskan.
Adapula yang memberikan kutu dari rambut kepala dimasukan
ke dalam pisang lalu dimakan. Menurut guru besar FK Unpad
Prof. Dr.dr. Sujono Hadi, SpD,GE, pakar gastroenterologi
penyakit dalam, bahwa pemberian kutu dari kepala tidak
dibenarkan, tetapi yang benar adalah memakan buah-buahan
saja termasuk pisang tanpa ditambahkan kutu, karena
penderita hepatitis memerlukan vitamin C yang bisa
diperoleh dari buah-buahan.
3. Vitamin B komplek, vitamin C, vitamin E, vitamin K
serta asam amino cystin dan methionin.
4. Obat hepatoprotektor, yaitu obat untuk mengembalikan
fungsi metabolisme hati yang terganggu oleh hepatitis
contohnya : Essentiale, Heparegen, Legalon, Reducdyn,
Proheparum, Thiola, Aicamin, Tioctan, Tathion.
5. Obat golongan Corticosteroid (kecuali pada hepatitis B),
diberikan bila selama 3 minggu tidak ada perbaikan dan nafsu
makan tetap menurun.
6. Obat anti gatal, bila rasa gatal yang timbul cukup menggangu,
hingga tak bisa tidur, yaitu dengan obat golongan antihistamin,
yang tidak berefek samping terhadap hati, misal Dramamin
ataupun Difenhidramin hidrokloride.
7. Obat mual muntah, diberikan bagi yang muntah berat. Selain
diberikan infus cairan elektrolit, juga diberikan obat anti muntah
seperti : metoclopramid, Piribenzamin, Fenothiazin, atau
Domperidon.
Tidak jarang seseorang penderita hepatis virus akut yang sudah
dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit
dan cukup berobat jalan saja, kemudian kumat lagi penyakitnya.
Tentu saja pada kasus penyakit yang relaps seperti itu,
pengobatan atau perawatan pun harus diulang dari awal.
Keadaan ini bisa menyebabkan gangguan psikis pada penderita,
karena perawatan dan pengobatan yang diberikan dianggapnya
terlalu menyiksa dirinya atau perawatannya memakan waktu
yang terlalu lama. Apalagi bila selama perawatan di rumah
sakit sering melihat pasien lain yang meninggal dsb.
b. Pengobatan Hepatitis Bacteriel.
Pengobatan penderita heptitis bakteiel dititik beratkan pada
penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bateri Tifus maka
pengobatannya ditujukan kepada terapi kausal yaitu membasmi
bakteri Salmonella Typhi dengan antibiotika terpilih (drug of
choice). Selain itu juga diberikan obat hepatoprotektor.
Penderita harus istirahat mutlak selama tubuh masih panas.
c. Pengobatan Hepatitis Medikamentosa
Pengelolaan penderita lebih dititik beratkan pada pengobatan
konservatif seperti pada hepatitis virus akut, yaitu : istirahat
mutlak selama masih ada ikterus (kuning) dan pengaturan
diet tinggi kalori, tinggi protein. Semua obat-obatan khususnya
obat yang ketahui sebagai penyebabnya harus dihentikan
pemakaiannya, dan tidak boleh dikonsumsi lagi oleh
penderita yang bersangkutan untuk selamanya.
PENCEGAHAN ?
Pencegahan timbulnya hepatitis virus akut adalah penting,
apalgi untuk Indonesia yang masih ditemukan sepanjang
tahun dan merupakan penyakit endemis.
Berdasarkan cara-sara penularan dari sebagian besar hepatitis
virus akut yaitu secara oral (lewat mulut), maka perlu sekali
ditingkatkan kesehatan lingkungan, dan perbaikan sanitasi.
Penggunaan air bersih perlu ditingkatkan, mengingat masih
banyak masyarakat yang menggunakan air kotor untuk
kepeluan sehari-hari.
Masalah sampah sampai saat ini masih sulit diatasinya.
Pembuangan sampah yang telah dilaksanakan tetap dapat
mencemari lingkungan dan penyebaran penyakit. Oleh
karena itu perlu dipikirkan usaha pembuangan sampah
yang lebih baik, dan perlu diusahakan pengolahan dan
pemanfaatan sampah dengan tidak menimbulkan polusi.
Suatu hal yang penting dan tidak boleh diremehkan ialah
peningkatan gizi pada masyarakat, guna meningkatkan
daya tahan tubuh. Perlu dibiasakan makan/ minum yang
masih segar dan bermutu. Makan minuman yang dihidangkan
di atas meja agar selalu ditutup, untuk mencegah kerumunan
lalat pembawa kuman penyakit.
Penggunaan alat-alat medis harus diperhatikan sterilitasnya,
pemakaiannya diusahakan sekali pakai dan dibuang, khususnya
alat yang dapat menimbulkan luka, misal jarum suntik, pisau
bedah, alat kedokteran gigi, dll.
Setiap penderita hepatitis, sebaiknya dirawat di rumah sakit dan
diisolasi, karena mereka dapat menularkan penyakitnya terutama
pada masa sebelum ikterik (kuning) dan permulaan masa ikterik.
Oleh karena itu kepada penderita perlu diawasi dan diobati
hingga sembuh. Apalagi di Indonesia, penyakit ini masih
tergolong endemis. Untuk merawat penderita di rumah sakit
masih sering mengalami kesulitan, terutama penderita yang
tinggal di pedesaan atau yang berobat ke Puskesmas.
Usaha pencegahan lainnya yaitu program imunisasai perlu
digalakan. Sampai saat ini yang sudah beredar ialah vaksin
untuk mencegah hepatitis virus A dan B saja, sedangkan
yang lainnya belum ada.
Pada keluarga dekat penderita hepatitis A atau B, perlu
diberikan suntikan imunoglobulin. Demikian juga bagi
mereka yang akan bepergian ke tempat yang endemis
Hepatitis virus A atau B, sebaiknya diberikan suntikan
imunisasai ini.
Dalam pencegahan hepatitis virus B, sesuai dengan tujuan
utama dari vaksinasi yaitu untuk mencegah timbulnya infeksi
virus B yang menetap, maka sasaran utama vaksinasi adalah
bayi dan anak-anak kecil, karena semakin muda usia pada
waktu kena infeksi virus B maka semakin besar
kemungkinan terjadinya infesi virus B yang menetap.
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang menderita infeksi
pada tahun pertama kehidupannya, akan mengalami
persistensi infeksi selama beberapa tahun, apalagi anak
yang mendapat penularan virus B secara vertikal dari ibu
kandungnya.
Di negara dimana penularan vertikal merupakan penularan
infeksi tertinggi, maka sasaran utama adalah bayi yang lahir
dari ibu dengan HBsAg positif di dalam darahnya. Dengan
hanya melakuakan vaksinasi terhadap bayi lahir dari ibu
dengan HBs Ag positif saja, maka jumlah pengidap anak
akan dapat ditekan, sehingga otomatis penularan horizontal
yang bersumber dari anak-anak tersebut akan berkurang.
Dalam usaha untuk mencegah infeksi virus B yang menetap
(persisten) maka vaksinasi makin efektif hasilnya bila dapat
dilakukan sedini mungkin, pada usia yang semuda mungkin.
Sebab makin muda seorang anak kena infeksi, makin besar
kemungkinan terjadinya persistensi.
Tentang usia berapa yang sebaiknya dipakai batas usia prioritas
bagi vaksinasi masal, belum ada ketentuan yang tegas. Tetapi
dari hasil-hasil penelitian yang ada dapat disimpulkan bahwa
risiko persistensi infeksi virus B paling banyak terjadi pada
usia 3 tahun ke bawah. Karena itu untuk sementara, batas
usia tersebut dipakai untuk menentukan usia prioritas dalam
vaksinasi masal pada anak di seluruh Indonesia.
Mengingat biaya untuk vaksinasi ini tergolong mahal, dan
terbatasnya dana pemerintah, maka sebagai sasaran utama
untuk melakuakan vaksinasi ialah terutama ditujukan kepada
kelompok risiko tinggi dengan urutan sbb:
1. Bayi yang baru lahir dari ibu yang mengidap HbsAg positif.
2. Lingkungan/ anggota keluarga penderita Hepatitis virus B.
3. Tenaga medis, paramedis, laboratorium klinik.
4. Mereka yang sering mendapat transfusi darah.
5. Mereka yang tinggal di daerah insidensi Heptitis virus B
yang tinggi.
b. Pencegahan Hepatitis Bacteriel.
Pada Hepatitis bakteriel, pencegahan dilakuakan sesuai dengan
penyakit primernya. Misal bila disebabkan kuman Tifus maka
pencegahan pun sama dengan pencegahan penyakit Tifus yang
ditularkan melalui mulut, yaitu memlihara higiene makanan,
minuman, alat makan minum, serta menjada sanitasi lingkungan.
c. Pencegahan Hepatitis Medikamentosa.
Kasus hepatitis medikamentosa termasuk jarang terjadi.
Tindakan pencegahan yaitu dengan menghindari pemakaian
obat yang melebihi dosis yang telah ditentukan terutama
obat-obat yang dijual bebas di pasaran.
Hindari pemakaian obat yang pernah menyebabkan hepatitis
pada orang yang bersangkutan. Setiap orang yang mengalami
hepatitis medikamentosa, obat yang menjadi penyebabnya
tidak sama, tapi bisa berlainan, jadi bersifat individual. ***
Sekian dan maaf tulisannya terlalu panjang.
wassalam,
Mas Ahmad Yasa
----- Original Message -----
From: momoclax
To: dokter_umum@yahoogroups.com
Sent: Monday, March 03, 2003 4:33 PM
Subject: [Dokter Umum] TENTANG PENYAKIT KUNING DAN HEPATITIS
hi dokter...
saat ini saya sedang sakit kuning (hasil diagnosa dokter) dan sedang
menunggu hasil pemeriksaan darah dari Laboratorium, ada beberapa hal yang
mau saya tanyakan tentang sakit kuning ini :
1. Apakah saya harus beristirahat total ?, apakah yang di maksud total
disini saya hanya boleh baring seharian di tempat tidur tanpa boleh
melakukan aktifitas apa-apa walaupun yang ringan sekalipun ? dan berapa lama
saya harus istirahat ?
2. Apa betul orang yang sakit kuning itu tidak merasakan sakit apa-apa ?,
soalnya saya tidak merasakan keluhan apapun saat ini (tapi kadang-lkadang
ulu hati saya agak sakit kalau naik turun tangga), kecuali waktu kedokter
pertama kali karena keluhan lambung yang terus-terusan kembung dan badan
terasa letih.
3. apa betul orang sakit kuning harus banyak makan gula/manis ?
3. apa saja pantangan makanan orang yang sakit kuning ?
4. apakah sudah bisa dipastikan orang yang sakit kuning itu hepatitis ?
5. apakah hasil pemeriksaan lab juga yang bisa menyatakan saya sudah sembuh
atau belum ?
6. saya dengar akar pohon belimbing merupakan obat alternatif untuk
penyembuhan penyakit ini, betulkah ?
demikian dulu pertanyaan saya dokter, maaf kalau nanya' nya kebanyakan, tapi
saya betul-betul membutuhkan informasi ini, terima kasih sebelumnya.
salam
amril nuryan
Blog ini adalah daya eksplorasi dari seorang mahasiswa bidang komunikasi yang masih akan terus belajar dari kehidupan
riwayat pendidikan
1997 to 2003 : SDN Kaliabang Tengah III Bekasi (Elementary School)
2003 to 2006 : SLTP Islam Al-Ikhlas Bekasi (Junior High School)
2006 to 2009 : SMA N 10 Bekasi (Senior High School)
2009 to now : Students of Diploma Program IPB
Kamis, 24 November 2011
Langganan:
Postingan (Atom)
selamat datang di blog saya
berilah coment sebelum anda meng copy data saya